DULUNYA tidak menyukai kegiatan yang memacu adrenalin atau suasana alam. Namun Lesya Monica (23 tahun), yang berprofesi sebagai guru Matematika di sebuah sekolah SMK di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, kini akhirnya suka dengan hobi sedikit ekstrim, seperti mendaki gunung.
Berbincang sejenak, Selasa (5/7/2022), bu guru muda ini menceritakan awal mula suka dengan mendaki gunung. ”Suka naik gunung itu sejak pandemi. Awalnya mau refreshing lihat pemandangan alam. Kebetulan ada open trip, coba ikut sekali, jadi ketagihan naik gunung. Pas itu naik gunung Sumbing,” tutur Lesya, panggilan akrabnya.
Lulusan Universitas Pancasakti Tegal ini mengaku, awal naik gunung itu rasanya capek, pegel, tapi bikin perasaan, senang dan ada rasa bangga terhadap diri sendiri ketika bisa sampai ke puncak.
“Rasa capek itu hilang ketika sampai puncak. Dari situ saya merasa bangga pada diri sendiri. Ternyata saya bisa naik gunung dan sampai puncak. Lama-lama kecanduan dengan gunung dan alam,” tuturnya.
Setelah pengalaman mendaki gunung itu, ia belajar menjadi manusia yang lebih bersyukur, dari rasa capek, bahagia, senang dan rasa lainnya bisa dirasakan. Tapi belum banyak gunung yang didaki. Baru Gunung Sumbing, Gunung Slamet 4 kali naik, Gunung Prau 2 kali naik, Gunung Merbabu, Gunung Sindoro.
“Ternyata travelling dan hiking itu asik dan seru. Pokoknya bisa merasakan semua. Kebetulan, kami kalau naik gunung atau camping di alam itu suka bareng-bareng sama temen-temen cewek,” ucapnya.
Tentang pengalaman senang dan sedih saat naik gunung, kata dia, pastinya banyak. Karena, setiap gunung memiliki kesan masing-masing. Tapi kalau ditanya pengalaman paling seneng, ada pendakian yang luar biasa, yaitu saat mendaki gunung Prau.
“Saat itu bersama 3 sahabat cewek, dimana saya bertiga dengan sahabat saya itu cewek. Semua ke Wonosobo cuma naik motor dan prepare semuanya itu tanpa temen cowok. Itu benar-benar pengalaman berkesan banget. Bayangin 3 cewek naik motor ke Wonosobo dan naik gunung Prau,” katanya sambil tersenyum manis.
Untuk pengalaman sedihnya itu, waktu mendaki gunung Merbabu. Karena dari awal sampai turun di perjalanan banyak hambatannya. Seperti motor mogok, sampe basecamp subuh dan paginya langsung ngetrack.
“Udah gitu kaki sempet cantengan karena lupa belum gunting kuku kaki. Udah gitu, saat pulang, ban motor bocor di Pantura jam 3 subuh, bengkel gak ada yang buka dan akhirnya ngegembel di pinggir jalan sampe pagi,” bebernya.
“Saran juga nih buat cewe- cewe kalo naik gunung, jangan lupa kukunya digunting dulu yah, biar ngga cantengan,” senyum dia.
Perempuan berhijab itu
Saat petualangan di alam dan perjalanan tentu saja berbeda kalau sudah beraktivitas menjadi guru. Dirinya menjadi seorang wanita yang anggun, pake sepatu hak tinggi dan ber make up.
“Saat beraktivitas di sekolah yah seperti guru lainnya. Jiwa petualangan berubah menjadi fokus ke pendidikan anak-anak di sekolah. Kebetulan saya mengajar anak-anak kelas 10, dan baru jadi guru selama 7 bulan,” kata dia.
Ia mengaku, menjadi guru di kelas 10 merasa tak pernah merasa bosan lantaran selalu mendapat pengalaman berbeda ketika berinteraksi dengan anak yang berbeda.
“Murid di sekolah banyak yang tanya-tanya. Bahkan ada beberapa yang minta diajak buat naik gunung. Tapi saya gak mau ambil resiko karena mereka rata-rata masih 16 tahun. Naik gunung itu tidak sembarang naik gunung saja, harus mengenal semua hal tentang pendakian,”
Walaupun sekarang sibuk dengan pekerjaan gurunya, tambah Lesya, ke depannya akan naik gunung lagi. Tapi waktunya disesuaikan dengan jadwal sekolah atau saat libur.
Ia berpesan, bagi para pendaki cewek-cewek pemula yang mau naik gunung, yang paling penting siapkan fisik. Karena fisik itu paling penting saat mendaki gunung. Perlengkapan juga harus diperhatikan seperti sleeping bag, sepatu, dan juga pakaian.
“Di gunung itu dingin banget jadi buat menghindar hal-hal yang tidak diinginkan. Tidak hanya itu saja, harus pinter-pinter pilih partner track yang mau kalian ajak naik gunung, pilih yang solidaritasnya tinggi. Jangan sampai kalau ada apa-apa saling tinggal, lebih baik kalau ada salah satu teman yang tidak bisa melanjutkan perjalanan, semuanya ikut turun. Karena puncak bukan tujuan utama dari naik gunung tapi puncak hanyalah bonus yang paling penting adalah pulang dengan selamat,” ungkapnya.
Bagi para perempuan yang sedang halangan (bulanan) lebih baik ditunda dulu naik gunungnya, bukan karena ada hal mistis atau semacamnya. Tapi, biasanya kalau lagi halangan, tubuh lebih cepat capek.
“Kalau mau turun gunung, bawa turun sampahnya.” (*)
INFOTEGALBREBES | Portal Beritane Wong Tegal lan Brebes