Koetil: Akhir Tragis Jagal Gerakan Tiga Daerah - INFOTEGALBREBES | Portal Beritane Wong Tegal lan Brebes
Follow Me INFOTEGALBREBES on Google News Follow Now!

Koetil: Akhir Tragis Jagal Gerakan Tiga Daerah


NAMA Koetil bagi masyarakat Tegal dan Brebes saat membincang kaitannya dengan Peristiwa Tiga Daerah 1945 senantiasa mengingatkan sebagai algojo yang bertanggung jawab atas kematian di wilayah Talang. Khususnya di broeg abang bendungan Ekoproyo Talang. Selebihnya, publik tidak mengetahui kiprahnya dalam dinamika revolusi 1945. Hingga namanya lebih populer ketimbang tokoh-tokoh politik lainnya seperti Widarta, K. Midjaja atau Mohammad Nuh. Ini diakui oleh Amir, seorang tokoh Gerakan Tiga Daerah melalui catatan manuskrip yang dikumpulkan dalam file arsip Anton Lucas dalam kumpulan arsip Flinders University :

Dia muncul secara mendadak sebagai tokoh penggerak massa rakjat yang menjadi sangat populer dan disegani. Karena dia selalu muncul di tengah-tengah gerakan massa, maka dia lebih dikenal rakjat daripada pemimpin Tiga Daerah yang sebenarnya sehingga Tiga Daerah dikenal sebagai Gerakan Kutil.

Peristiwa Tiga Daerah akhirnya diidentikkan dengan nama Koetil. Lalu siapa sebenar Koetil, hingga akhirnya berakhir tragis diujung pelor regu tembak mati tahun 1951 setelah sebelumnya malang melintang dan dicap sebagai pesakitan politik. Tidak ada yang mengetahui bahwa saat tahanan politik Tiga Daerah dikumpulkan di penjara Wirogunan Yogyakarta bubar akibat Agresi Militer I 1947, hingga sempat melarikan diri ke Batavia dan tertangkap di sana tahun 1950. Yang belum banyak diketahui bagaimana ia tertangkap pendudukan Belanda di Batavia dan diserahkan ke pemerintahan Republik Indonesia Serikat tahun1950.

Ia lebih populer dengan sebutan Koetil. Makna ini lebih ke arah peyoratif. Dalam beberapa hal istilah “kutil” merujuk pengertian nama bintil kecil yang memenuhi kulit. Dari tuturan Anton Lucas pada One Soul One Struggle: Region and Revolution in Indonesian (1991), Kutil memiliki bintil-bintil di mukanya, yang kemudian hilang sesudah dewasa. Makna kedua, arti kutil dimaknai sebagai tukang ngutil alias mengambil barang tanpa sepengetahuan si pemiliknya. Atau tukang copet. Namun penulis lebih berpendapat bahwa nama Kutil disematkan karena ada paraban (julukan) yang melekat secara fisik.

Lalu siapakah nama sebenarnya Kutil? Nama aslinya Sakhyani. Tetapi dalam kutipan Pengadilan Negeri Pekalongan No. 1/1950 menyebutkan nama Amat Saleh sebagai nama lain dari Kutil. Dari beberapa nama mungkin Syakhani yang banyak disebut sebagai nama asli Koetil.

AMRI Talang dan Panggung Tiga Daerah

Koetil menjadi pencerminan mobilitas sosial saat ruang pentas Revolusi 1945 memberikan panggung bagi orang-orang biasa menjelma sebagai aktor-aktor yang diperhitungkan dengan sepak terjangnya. Ini mengingatkan film satire naskah Asrul Sani dan disutradarai MT Risjaf tentang Nagabonar dengan aktor Dedy Mizwar. Jagad Revolusi 1945 yang heroic dijungkirbalikkan pencopet Nagabonar. Tanpa terkecuali dengan Koetil yang semula tukang cukur di Kajen hingga ke Talang hingga menjadi komandan laskar Angkatan Moeda Repoeblik Indonesia (AMRI) Talang dalam bulan Oktober 1945. Posisi sebagai pimpinan badan kelaskaran serta pengaruhnya di wilayah Talang menjadikan dirinya bak raja seperti layaknya seorang Gubernur Jenderal lengkap dengan uniformnya (lihat arsip laporan Algemene Politie Semarang Hoofdcommisariat Crimenele Recherche, 8 Juli 1949).

Laporan dari Dinas Reserse Kriminal menarik soal catatan tentang Kutil yang saat peristiwa Tiga Daerah dicap sebagai algojo bersama pengawal lainnya yang bernama Moekri. Ketenaran dan kekejaman Kutil sebagai algojo dikenang dalam memori Mr. Besar Martoatmodjo saat Koetil menggerakkan massa Kabupaten Tegal menuju Tegal Kota 4 November 1945:

“…..jam 6 sore tibalah mereka (ber) selempang Jnur kuning, seraya bersama-sama bertahlil : La illa haillillah yang tak ada putus-putusnya, sehingga menggetarkan hati sungguh-sungguh bagi setiap orang yang mendengarkan dengungan suaranya yang begitu seram. Mereka bersenjatan cocolan bambu, keris, pedang dan sebagainya. Sedang pemimpin-pemimpinnya berpakaian yang serba seram yaitu kebanyakan berpakaian serba hitam serta ikat kepala hitam dan bercelana komprang dan bersenjata pedang. Ada juga yang naik kuda”.

Korban eksekusi Koetil dan kelompoknya menimpa pada Mardjono Wakil Ketua Komite Nasional Indonesia (KNI) Tegal yang menerima penyerahan kedaulatan kekuasaan dari pemerintahan status quo. Mardjono berkeinginan menunjukkan bukti-bukti penyerahan pada kaum revolusioner di Talang dan Slawi. Bersama Wedana Adiwerna, Mohammad Ikhsan dan sopir Soemardjo menuju markas AMRI Talang. Cerita Mr. Besar menyebutkan bahwa belum sampai di Talang, tepatnya di Pagogangan, mobil (konon mobil jenis For Mercury warna kuning ini dijadikan kendaraan oleh Koetil). Mereka dihentikan oleh ratusan massa dan ketiga penumpangnya dipaksa keluar dan diikat. Massa di Pagongan merupakan kelompok yang hendak long march ke Tegal kota. Mardjono dan Ikhsan menjadi martir Tiga Daerah.

Yang selamat dari keberingasan kelompok Koetil adalah sopir Soemardjo. Toh masih menurut penuturan Mr. Besar, walau selamat Soemardjo mengalami traumatik :

“…..Akan tetapi terbawa oleh perasaannya yang sangat takut Ketika mendapatkan siksaan yang baru dialaminya. Maka setibanya di rumah, ia menderita sakit hamper satu bulan lamanya. Dalam mana ia masih ada di dalam sakit itu, setiap waktu bangun lalu seperti orang terkejut , kemudian berteriak-teriak minta tolong dengan gerak-gerik yang memilukan hati”.

Kuatnya basis massa Koetil di Talang menjadikan siapapun yang hendak menuju Slawi atau selatan saat melewati Talang, maka sama halnya dengan meregang nyawa. Pilihan antara hidup dan mati. Sebelum long march ke Tegal serangkaian vergadering (rapat-rapat terbuka) antara lain di Oedjoengroesi dan Doekoehwringin.

Long march yang digerakkan kelompok Koetil mencetuskan aksi dombreng. Korbannya yang salah sasaran menimpa R.A Kardinah (saudara R.A Kartini dan R.A Roekmini). Kardinah merupakan isteri dari Bupati Tegal Reksonegoro X. Yang menjadi sasaran adalah putranya yang yaitu Bupati Sunarjo Reksonegoro. Rumah Pungkuran (sekarang menjadi swalayan di kota Tegal) menjadi sasaran massa. Kardinah bersama cucu perempuan dan pembantu dipaksa mengenakan pakaian karung goni dan dipermalukan serta diarak keliling kota hingga berhenti di Kejambon (di depan rumah sakit yang sekarang bernama RSUD Kardinah). Konon sebgaimana diceritakan Kembali oleh Yono Daryono dalam tulisan tentang Kardinah (2018) aksi dombreng Kardinah mengakibatkan trauma baginya, bahkan mendengar nama Tegal. Hingga ia dibujuk untuk kembali ke Tegal tahun 1977 dari Salatiga, tempat terakhir beliau bermukim.

Sirkulasi kekerasan menjadi bagian dari meletusnya revolusi sosial Koetil nyaris seperti tokoh Robbespierr-nya Revolusi Perancis dengan “Pemerintahan terornya. Hukuman mati yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Pekalongan 21 Oktober 1946 tak bisa dilaksanakan karena pada 21 Juli1947 meletus Agresi Militer I Belanda yang berdampak bagi diungsikan tahanan politik Tiga Daerah dari Wirogunan Yogyakarta ke wilayah selatan Pekalongan. Namun Koetil berhasil melarikan diri ke Batavia, hingga ia dikenali kembali oleh warga Slawi bernama Kasbi alias Samsuri. Ia tertangkap di desa Kebon Kacang gang II onderdistrik Tanah Abang.

Saat ditangkap ia masih menjalani profesi sebagai tukang cukur. Koetil menjadi pertukaran tahanan politik saat penyerahan kedaulatan tahun 1950 dan dikirim ke Pemerintah RIS dititipkan Semarang. Koetil kembali mendiami “hotel prodeo” Pekalongan 13 Februari 1950. Koetil sempat mengajukan grasi kepada Presiden Soekarno melalui surat tertanggal 1 Agustus 1950. Namun grasi tersebut ditolak melalui keputusan Presiden Nomor 336/G Tahun 1951 tertanggal 24 April 1951, yang isinya menguatkan keputusan Jaksa Soeprapto di tahun 1946 yang dikuatkan oleh keputusan Hakim Pengadilan Negeri Pekalongan tanggal 8 April 1950 Mas Mardiman Tjokrodiredjo.

Menurut Anton Lucas (1991: 310) ia dieksekusi pada 5 Mei 1951, di pantai dekat Pekalongan. Ia memilih dieksekusi sembari berjongkok dan menolak ditutup matanya oleh regu tembak Komando Militer Kota dengan pimpinan regu tembak Soedharmo yang pernah menjadi komandan TKR Resimen XVII Pekalongan saat Peristiwa Tiga Daerah.

Koetil menghadapi desingan pelor, bersamaan kabut misteri dimana makamnya. Dan Koetil menjadi warga Indonesia yang dihukum mati pertama oleh Pemerintah RI. (*)


Wijanarto, Sejarawan

INFOTEGALBREBES | Portal Beritane Wong Tegal lan Brebes


Posting Komentar