INFOTEGALBREBES, - Kasus KU (35), ibu yang tega menggorok ketiga anak kandungnya menggunakan cutter di Dukuh Sokawera Desa Tonjong Kecamatan Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, masih memunculkan teka-teki.
Hingga kini, belum diketahui motif pasti yang menyebabkan KU melukai tiga anaknya, Minggu (20/3) lalu. Tragedi Subuh pekan lalu itu menyebabkan seorang anak meninggal dunia, sementara dua lainnya sempat menjalani perawatan intensif di RSUD Margono Sukarjo Purwokerto.
Sebelumnya beredar kabar, jika KU terindikasi mengalami depresi atau gangguan kejiwaan. Menurut peneliti Pusat Pemberdayaan Keluarga (PPK) Universitas Diponegoro (Undip) Kartika Sari Dewi mengatakan penggiringan opini publik terkait kondisi mental tidak dapat dilakukan dengan hanya melihat tindakan yang dianggap di luar kewajaran.
Kartika menyatakan dugaan mengenai pelaku menderita depresi tidak dapat serta merta dinyatakan. Dalam menegakkan diagnosa klinis diperlukan serangkaian asesmen klinis seperti wawancara, observasi, dan psikotes sebelumnya.
"Pada individu yang mengalami tekanan dan frustrasi, tetapi belum memenuhi kriteria diagnosis tertentu, bisa saja menampilkan tindakan yang impulsif karena rendahnya kontrol diri dan menurunnya kemampuan berpikir logis," kata Kartika kepada JPNN.com, Minggu (27/3).
Menurutnya, ada banyak faktor pemicu seseorang melakukan agresivitas kepada orang lain. Dari faktor mempertahankan diri, faktor ekonomi, rasa cemburu, sakit hati, hingga hal-hal lain yang biasanya direncanakan.
"Tidak perlu harus mengalami gangguan jiwa, setiap orang memiliki risiko melakukan tindak menyakiti orang lain, bahkan pembunuhan," tutur Dosen Fakultas Psikologi Undip itu.
Pada kasus ibu gorok anak di Brebes ini, dia menekankan pengakuan melindungi ketiga anaknya dari penderitaan hidup perlu didalami lebih jauh dan penuh hati-hati.
Namun, dia tak menampik jika keinginan melindungi orang terkasih juga seringkali muncul ketika seseorang dalam kondisi kalut dan frustasi dengan cara bunuh diri bersama.
"Tidak jarang karena memiliki tanggungan hidup yaitu anak-anak, maka dia merencanakan bunuh diri bersama yang diawali dengan membunuh pihak yang ingin diajak bersamanya atau yang ingin diselamatkannya," ujarnya.
Di sisi lain, praktisi kesehatan mental ini menyebut bisa jadi ketika seseorang mengidap gangguan kejiwaan seperti depresi mayor dapat memunculkan keresahan yang membawa pada kesesatan berpikir.
"Pengambilan keputusan yang tanpa didasari pemahaman yang realitis dan logis," ucapnya.
Kembali dia menyampaikan untuk tidak buru-buru mengerucutkan terduga pelaku mengalami gangguan kejiwaan. "Sekali lagi, perlu dilakukan asesmen psikologis terlebih dahulu dan juga mempelajari riwayat psikiatrik-nya untuk dapat memahami kondisinya saat ini," papar Psikolog Klinis rumah sakit swasta di Semarang ini.
Sebelumnya diberitakan, Kapolres Brebes AKBP Faisal Febrianto menyampaikan bahwa pihaknya saat ini masih mendalami kejiwaan pelaku KU dengan melakukan observasi oleh dokter kejiwaan.
Menurutnya, ganjalan terbesar dalam kasus ini pelaku tidak bisa dimintai keterangan lantaran jawabannya selalu ngelantur dan berubah-ubah.
"Kami sudah melakukan interogasi awal kepada saksi-saksi dan pelaku, tetapi pelaku pada saat dilakukan pemeriksaan masih belum stabil dan jawabannya selalu ngelantur, ngacau," ujar AKBP Faisal, Senin (21/3).
Kendati demikian, dia mengungkapkan bahwa motif perbuatan pelaku karena adanya bisikan gaib. Pelaku KU, lanjut dia, mengaku dalam pemeriksaan awal mendapat bisikan untuk membunuh anaknya karena apabila tidak dibunuh hidupnya akan susah.
"Pelaku mengaku mendapat bisikan gaib," ungkapnya.
Pelaku dijerat undang-undang Perlindungan anak dengan ancaman Pidana 20 tahun penjara apabila memang terbukti saat melakukan pembunuhan dalam keadaan sehat kejiwaannya.
Sumber RT
INFOTEGALBREBES | Portal Beritane Wong Tegal lan Brebes